Prawacana
MITOS
POHON FILSAFAT
Konon, filsafat itu amat sulit. Sedikit sekali orang
yang mampu mempelajarinya. Bahkan, kata orang, jangan terlalu serius belajar filsafat!
Bila otak tidak kuat, jangan-jangan kita menjadi gila karenanya! Buat apa
mengambil risiko ini, padahal konon filsafat itu sesuatu yang abstrak, jauh
dari kehidupan kita sehari-hari?
Hmm, memang ada banyak mitos mengenai filsafat seperti
itu. Malahan mitos-mitos itu beredar tidak hanya di kalangan awam. Sebagian
agamawan berpandangan, memegang erat-erat kitab suci sebagai pegangan hidup
sudah lebih dari cukup, sehingga filsafat yang tidak menjanjikan
kebenaran-mutlak tidak diperlukan. Sebagian ilmuwan mengira, mereka
berkewajiban untuk melepaskan diri secara total dari filsafat untuk
mempertahankan keilmiahan mereka. Sebagian seniman merasa, filsafat tidak akan
membantu kita dalam menikmati keindahan. Sebagian usahawan bilang, filsafat
hanya membuang waktu karena tidak akan menghasilkan laba.
Dalam buku ini, Stephen Palmquist berusaha
mempertanyakan mitos-mitos yang seperti itu. Secara tersirat ia mengatakan, semua orang yang berakal sehat bisa
mempelajari filsafat dan bahkan mampu berfilsafat! Dalam beragama ada
filsafatnya, dalam bersantap fried
chicken pun ada filsafatnya. Begitu pula dalam berilmu, berpolitik,
berbahasa, berbisnis, dan lain-lain.
Secara demikian, apakah Palmquist menyarankan agar
kita membabat habis segala mitos? Sama sekali tidak. Ia justru menyatakan, ada
beberapa mitos yang tidak bisa dilenyapkan. Bahkan, filsafat pun membutuhkan
mitos tertentu. Ada banyak mitos yang memiliki potensi yang dahsyat. Apabila
dibudidayakan dengan cara sebaik-baiknya, mitos itu bisa memberi hasil positif
yang luar biasa. Umpamanya, mitos bahwa “filsafat itu laksana pohon”.
Menyajikan filsafat dalam bentuk mitos adalah sesuatu yang unik. Dengan cara ini, filsafat yang terkesan rumit dan tidak beraturan dapat disampaikan dengan gambaran yang sangat sistematis dan sekaligus seutuhnya. Hubungan antarunsur filsafat pun bisa ditata dengan rapi.
Hal itu penting karena uraian yang tidak utuh, sepenggal-sepenggal, dan tidak teratur, meloncat-loncat, cenderung menyesatkan pembacanya, terutama kalangan pemula. Dalam penggunaan itu, The Tree bisa dibilang sukses dalam menjalankan fungsinya sebagai mitos, setidak-tidaknya pada diri saya dan barangkali pada hampir semua mahasiswa yang memanfaatkan buku ini.
Akan tetapi, sesungguhnya saya pada pandang pertama kurang tertarik akan buku ini ketika melihat judulnya, The Tree of Philosophy (Pohon Filsafat). Kata “pohon”, bagi saya, menyiratkan sesuatu yang cenderung statis--sesuatu yang kurang saya sukai waktu itu tatkala saya berada dalam suasana euforia reformasi. Namun setelah mulai membaca isinya, saya agak tercengang. Ternyata filsafat yang digambarkan di sini merupakan suatu disiplin yang statis (kokoh) dan sekaligus dinamis (berkembang)!
Saya berasumsi, sebagian besar dari pembaca edisi Indonesia ini pun memiliki mitos tertentu tentang pohon. Bila saya menerjemahkan judul The Tree of Philosophy secara harfiah, yakni “Pohon Filsafat”, saya khawatir bahwa anda pada pandang pertama akan berprasangka negatif dan karenanya enggan membuka-buka buku ini lebih lanjut. Oleh sebab itu, saya mengubah judul itu, sepersetujuan penulis asli, menjadi Filsafat Mawas (The Perspectival Philosophy).
Secara garis besar, kelihatannya ada lima jenis pendekatan utama yang dipakai dalam pembelajaran Pengantar Filsafat (Filsafat Umum atau Filsafat Barat).
Yang kesatu adalah pendekatan historis dengan berbagai variasinya. Metode ini sering dipandang baik bagi pemula. Dalam pendekatan ini, pemikiran para filsuf terpenting dan latar belakang mereka dipelajari secara kronologis. Contoh pemanfaat pendekatan historis yang baik ialah Jostein Gaarder, Sophie’s World.
Yang kedua adalah pendekatan metodologis. Cara ini dipandang penting mengingat bahwa cara terpenting untuk memahami filsafat adalah berfilsafat. Dalam pendekatan ini, berbagai metode berfilsafat ditimbang-timbang, kemudian metode yang dipandang terbaik diuraikan lebih lanjut untuk dapat dipergunakan sebagai pedoman berfilsafat. Contoh pemakai pendekatan metodologis yang baik ialah Mark B. Woodhouse, A Preface to Philosophy.
Yang ketiga adalah pendekatan analitis dengan berbagai variasinya. Metode ini memandang bahwa tugas utama pengantar filsafat adalah menjelaskan unsur-unsur filsafat. Dalam pendekatan ini, isi filsafat diuraikan secara sistematis dan diterangkan segamblang-gamblangnya. Contoh pengguna pendekatan analitis yang baik ialah Louis O. Kattsoff, Elements of Philosophy.
Yang keempat adalah pendekatan eksistensial. Metode ini memandang bahwa tugas utama pengantar filsafat adalah memperkenalkan jalan-hidup filosofis tanpa terbelenggu oleh sistematikanya. Dalam pendekatan ini, tema-tema pokok filsafat didalami dengan harapan bahwa pembacanya akan dengan sendirinya memperoleh gambaran tentang filsafat yang seutuhnya. Contoh penerap pendekatan eksistensial yang baik ialah A.C. Ewing, The Fundamental Questions of Philosophy.
Masing-masing dari pendekatan-pendekatan tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. Untuk memaksimalkan keunggulan-keunggulannya dan meminimalkan kelemahan-kelemahannya, agaknya yang terbaik adalah yang kelima, pendekatan terpadu. Metode ini mensintesis berbagai pendekatan sekaligus dalam satu buku saja. Contoh pelaku pendekatan terpadu yang baik ialah Stephen Palmquist, The Tree of Philosophy!
Palmquist sendiri bermitos bahwa filsafat terbaik adalah Filsafat Kritis Immanuel Kant. (Interpretasinya terhadap Filsafat Kritis inilah yang membuahkan Filsafat Mawas.) Mitos ini berawal ketika ia sedang menyusun disertasi di Oxford University--yang kemudian memberinya gelar Doktor Filsafat (Ph.D.) pada tahun 1987. Disertasinyanya itu lalu dibukukan sebagai Kant’s System of Perspectives (1993). Selanjutnya, buku pertama dari tiga sekuel KSP diterbitkan sebagai Kant’s Critical Religion (2000). Buku-buku lain yang ia terbitkan juga banyak diwarnai dengan Filsafat Mawas, yaitu Dreams of Wholeness (1997), Four Neglected Essays by Immanuel Kant (1994), dan Biblical Theocracy (1993). (Kecuali KCR, buku-buku tersebut diterbitkan oleh Philopsychy Press, Hong Kong, sebuah organisasi non-profit yang ia dirikan demi “cinta-rohani” melalui penerbitan karya-karya yang penuh-mawas. Untuk informasi lebih lanjut mengenai Philopsychy Press, silakan menelusuri situsnya di www.hkbu.edu.hk/~ppp/ppp/intro.html.)
Pada mulanya, ketika saya mulai membaca The Tree, saya heran mengapa Palmquist--seorang filosofis kelahiran Amerika Serikat (1957) yang kini menjabat Profesor Madya di Department of Religion and Philosophy, Hong Kong Baptist University--masih “terlalu” bersandar pada Kant untuk penulisan sebuah buku pengantar filsafat. Namun beberapa saat kemudian, saya teringat akan kata-kata GWF Hegel bahwa untuk menjadi filsuf, kita mula-mula harus menjadi pengikut Kant. Bahkan Arthur Schopenhauer berpandangan, setiap orang akan tetap kanak-kanak sampai ia dapat memahami filsafat Kant. Dengan demikian, maklumlah saya bahwa pengantar filsafat yang terbaik bolehjadi berisi terutama filsafat Kant dengan metode penulisan yang bersumberkan filsafat Kant itu sendiri!
Kesadaran tersebut menumbuhkan kegairahan pada diri saya dalam menerjemahkan The Tree. Kegairahan itu semakin bertambah manakala saya dapati bahwa Palmquist bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan saya (melalui e-mail) mengenai penerjemahan ini. Hal ini mempermudah penyelesaian tugas saya. Akan tetapi, diskusi tersebut begitu mengasyikkan, sehingga proses penerjemahan itu menjadi molor dari rencana tiga bulan menjadi duabelas bulan dalam kenyataannya. Bagaimanapun, dari situ saya memperoleh beberapa bahan tambahan yang saya masukkan ke dalam teks utama (yakni kata-kata yang diletakkan antara lambang “[“ dan “]”) dan ke dalam “Catatan Penerjemah” di akhir setiap bab. (Dengan asumsi bahwa banyak pembaca edisi Indonesia ini beragama Islam, saya pun menambahkan beberapa perspektif Al-Qur’an di beberapa pasal. Di samping itu, saya pun mencantumkan beberapa sumber alternatif, yang saya pandang lebih mudah diakses oleh khalayak Indonesia, terhadap beberapa Bacaan Anjuran.)
Akhirul kalam, demi memaksimalkan dayamawas anda, saya menganjurkan anda agar, seraya dan/atau seusai membaca buku ini, menyempatkan diri untuk mencoba berdiskusi melalui e-mail dengan Palmquist <stevepq@hkbu.edu.hk> dan menengok situsnya di www.hkbu.edu.hk/~ppp/. Ini menyediakan banyak informasi yang penuh-mawas. Lantaran itu, tidaklah mengejutkan bahwa situs ini pada bulan Juni 1999 dianugerahi StudyWeb Excellence Award, sebuah penghargaan yang prestisius, dan pada bulan Mei 1998 dimasukkan ke dalam daftar situs yang direkomendasikan oleh “the Britannica Internet Guide”, sebuah organisasi yang tersohor.
2 Mei 2002
Muhammad Shodiq
<muhshodiq@yahoo.com>
Catatan untuk Mahasiswa—tentang Edisi Keempat
The Tree
of Philosophy (1992, 1993,
1995, 2000) ini disusun berdasarkan kuliah-kuliah yang saya sampaikan untuk
matakuliah Pengantar Filsafat yang saya ajarkan 31 kali di Hong Kong Baptist University sejak 1987
hingga 2000. Buku ini merupakan seri pertama dari tiga serangkai buku-ajar filo-psiki.
(Istilah yang bermakna "cinta-rohani" ini mengacu pada segala
penerapan pembelajaran akademis yang kreatif dan berdisiplin--terutama dalam
filsafat dan psikologi--yang mendorong keinsafan-diri.) Buku kedua dalam serial
ini, yang berisi kuliah-kuliah tentang takwil mimpi demi pengembangan
kepribadian, berjudul Dreams of Wholeness (1997). Adapun volume ketiga
direncanakan berjudul Elements of Love. Buku-buku tersebut
masing-masing mandiri, namun bila digunakan secara serangkai akan merupakan
suatu serial kuliah filo-psiki yang terdiri atas tiga bagian.
Edisi Keempat
ini adalah hasil revisi yang jauh lebih mendalam daripada Edisi Ketiga. Saya
menambahkan delapan kuliah baru dan menyempurnakan 28 kuliah lama, di samping
membubuhkan delapan diagram baru dan memperbarui gambar 76 diagram lama.
Topik-topik (dan nomor-nomor) kuliah baru itu meliputi: penyusunan lembar mawas
(2), metafisika pasca-Kantian (9), bagaimana peta geometris bisa membangkitkan
wawasan (15), filsafat hermeneutik (18), keunggulan perspektivisme atas
relativisme dan dekonstruksionisme (24), bagaimana ide menyimpang menjadi
ideologi (27), dan pandangan Kant tentang apa yang dimaksud dengan beragama (32
dan 33). Saya juga merombak formatnya (lihat Daftar Kuliah), dengan
menyesuaikannya dengan tatanan yang lebih sistematis seperti yang dipakai pada Dreams
of Wholeness. Pada edisi terdahulu, masing-masing dari empat Bagian
mengandung tujuh Kuliah singkat. Adapun pada edisi sekarang, setiap Bagian
terbagi menjadi tiga “Pekan”, masing-masing dengan tiga Kuliah. Dengan
diterbitkannya Edisi Keempat ini pada awal abad (dan juga awal milenium), maka
pemutakhiran rujukan waktu di keseluruhan teksnya dan keadaan umum filsafat
terkini pun memang sangat dibutuhkan.
The Tree
of Philosophy ditulis terutama sebagai buku-ajar, seperti halnya buku rangkaiannya (Dreams
of Wholeness). Dengan mengasumsikan bahwa para mahasiswa bermotivasi kuat,
saya mencantumkan sejumlah pustaka sebanyak delapan "Bacaan Anjuran"
per pekan, dan juga sehimpunan persoalan sebanyak delapan "Pertanyaan
Perambah" untuk dipikirkan atau didialogkan. Bacaan-bacaan itu biasanya
mencakup teks-teks yang dikutip dan/atau dibahas di bab yang bersangkutan,
dilengkapi dengan karya-karya relevan lainnya yang dapat menawarkan informasi
yang berharga bagi mahasiswa yang memiliki minat tertentu terhadap topik kuliah
pada pekan masing-masing. Pertanyaan-pertanyaan itu dikelompokkan ke dalam soal
"A" dan soal "B", masing-masing empat pertanyaan. Ini
memungkinkan dosen, bila dipandang perlu, menugaskan soal pertama (yaitu semua
pertanyaan "A") untuk refleksi individu dan soal kedua (yakni semua
pertanyaan "B") untuk pembahasan atau perdebatan kelompok kecil
(umpamanya, "dialog").
Tantangan
terpenting matakuliah ini adalah belajar mengingat, mengungkap, dan mengkritik
"wawasan" anda sendiri, sebagaimana yang didapati di akhir
pekan pertama oleh mahasiswa-mahasiswa yang mengikuti kelas filsafat saya.
Mahasiswa harus merekam wawasannya dalam bentuk catatan dan menyusun
"lembar mawas" sepanjang semester. Dengan mempelajari teori-teori
yang berwawasan luas dari para filsuf terdahulu, seperti yang dipaparkan dalam
buku ini, akan terpampang contoh yang banyak sekali tentang bagaimana wawasan
diperoleh. Di Edisi Keempat ini, ke dalam teks utama saya memasukkan beberapa
saran mengenai bagaimana mendapatkan dan menuliskan wawasan. Mahasiswa diharap
memperhatikan baik-baik Kuliah 2 dan daftar di dalamnya yang menunjukkan
subbab-subbab (Kuliah) relevan lainnya yang membahas hakikat wawasan dengan
lebih mendalam. Sampel lembar mawas akan sering dibacakan selama tatap-muka
kuliah untuk menggambarkan berbagai pikiran pokok yang sedang dibicarakan.
Idealnya, lembar ini tidak diberi nilai, kecuali penilaian
"sah-batal", sehingga membuka peluang kebebasan ekspresi mahasiswa
secara maksimal.
Semua
mahasiswa, terutama yang memanfaatkan buku ini untuk kuliah formal dengan
pengajar selain saya, harus selalu memperhatikan bahwa tidak boleh ada
buku-ajar lain yang anda gunakan demi (1) pengembangan perspektif anda sendiri
tentang persoalan-persoalan filosofis atau (2) demi penilaian kritis terhadap
filsuf-filsuf lampau--kombinasi keduanya merupakan langkah terbaik untuk
menjadi filsuf yang baik. "Mitos pohon filsafat" yang akan anda
pelajari dalam kuliah ini diniatkan untuk membantu anda di kedua kawasan
tersebut (terutama yang pertama), tetapi hanya di tahap awal proses filosofis
anda. Pemeriksaan anda terhadap filsuf-filsuf terdahulu khususnya harus
dilengkapi dengan merujuk pada Bacaan Anjuran sesering mungkin dan dengan membaca
antologi yang baik, umpamanya karya Wolff, Ten Great Works of Philosophy.
Saran Bagi Pembaca Non-Mahasiswa
Barangsiapa
membaca Filsafat Mawas tanpa bimbingan pengajar hendaknya senantiasa
memperhatikan bahwa buku ini dimaksudkan untuk dibaca perlahan-lahan,
"ditimbang-timbang", satu bab saja (yakni tiga kuliah) per minggu.
Anda yang membaca buku ini seolah-olah mengikuti matakuliah 12-pekan,
yang membutuhkan waktu tertentu yang tercurah untuk refleksi individu dan
penulisan kritis setiap minggunya, jauh lebih berpeluang untuk meraih manfaat
dari penekanan terhadap wawasan daripada mereka yang begitu saja membaca buku
ini secepat-cepatnya. Hal ini bukan berarti bahwa buku ini tidak bisa
dibaca dengan cepat, melainkan bahwa efeknya tidak maksimal kecuali jika
ide-ide dan teori-teori yang dipaparkannya dipraktekkan melalui
pemikiran dan penulisan falsafah pembaca sendiri secara bertahap.
Di samping
membaca tiga kuliah saja per minggu, anda yang memilih ancangan yang lebih
menantang itu juga harus membaca beberapa dari Bacaan Anjuran setiap pekannya.
Untuk mengimbangi ketiadaan pengajar, salah satu cara yang baik adalah membaca
buku ini secara serempak dengan seorang teman atau anggota keluarga, atau
selaku bagian dari sekelompok kecil orang yang bisa saling berbagi kemajuan
dalam suasana kejujuran. Manfaatkanlah satu atau dua jam per minggu untuk
memikirkan dan/atau membahas pertanyaan/topik yang tersedia untuk maksud itu.
Saran ini mungkin tampak konyol, namun mengikutinya merupakan langkah terbaik
untuk menanamkan bacaan dari buku ini dengan daya untuk mendorong pengembangan
filosofis yang signifikan. Dengan berlambat-lambat ini, ancangan 12-pekan akan
memberi kesempatan bagi pembaca untuk mempermatang dan memperluas wawasan
melalui interaksi dengan topik-topik yang dikaji dalam teks tersebut.
Membaca dengan melompat-lompat atau tergesa-gesa pasti membatasi kemampuan
pembaca dalam mempelajari keterampilan pemerolehan dan pengkritikan wawasan.
Catatan tentang Acuan
Daftar Pustaka
menyediakan rincian-lengkap karya-karya yang dikutip di kuliah-kuliah ini, yang
menguraikan singkatan masing-masing. Rujukan-rujukan itu biasanya hanya berupa
singkatan, yang diikuti dengan nomor halaman (kecuali jika ditentukan lain di
dalam masukan Daftar Pustaka). Acuan-acuan yang berturut-turut pada karya yang
sama hanya menyebut nomor halaman, tanpa singkatan. Sebagian besar kutipan
merujuk pada salah satu dari delapan karya yang terdaftar di bagian
"Bacaan Anjuran" pada akhir teks setiap pekan.
Pengakuan
Saya hendak
menghaturkan terima kasih yang istimewa kepada kakek dan nenek saya, Herman dan
Margaret, atas andil wawasan mereka semasa kanak-kanak saya, dan kepada Tom
Soule, atas keteladanannya yang memperkenalkan saya dengan suatu cara
berfilsafat dengan benak-terbuka. Saya juga berterima kasih kepada para
mahasiswa yang tak terhitung jumlahnya yang telah membaca dan mengulas teks ini
dalam sepuluh tahun terakhir; mengenai ini, kontribusi yang paling mendasar
berasal dari Man Sui On dan Christopher Firestone. Rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya
saya sampaikan kepada istri saya, Dorothy, yang--meskipun kehilangan minat
terhadap filsafat segera sesudah menarik saya dengan pemikirannya yang
berwawasan luas--dengan teliti memeriksa versi-awal naskah buku ini dan dengan
suka-hati melukis sketsa kovernya menurut spesifikasi saya yang seksama.
3 Juli 2000
Stephen Palmquist
Send comments (in English) to: StevePq@hkbu.edu.hk
Back to the Index of Pohon
Filsafat.
Back to the English version of The Tree of Philosophy.
Back to the listing of Steve Palmquist's published
books.
Back to the main
map of Steve Palmquist's web site.
This page was first placed on the web on 27
April 2003.